search

Kamis, 07 Juli 2011

Bisnis yang menjanjikan,,,


Menerabas Bisnis Ikan Hias

Potensi ekspor ikan hias Indonesia cukup besar. Sayangnya, masih banyak kendala. Ekspor ikan hias, misalnya, masih didominasi pembeli dari Singapura. Mereka pun leluasa mendikte harga. Seorang eksportir ikan hias yang namanya, sebut saja, Rudy, kesal benar dengan Departemen Kehutanan. Pasalnya, dia tetap tidak bisa mendapatkan izin menjadi eksportir ikan arwana Irian atau schlerrophagus jardini. Padahal, Rudy mengaku sudah mengurus berbagai persyaratan administratif.Pantas saja kalau Rudy merasa kesal.

Soalnya, arwana yang habitat asalnya di sungai-sungai Merauke ini merupakan ikan yang laku keras di pasar internasional. Bagi eksportir ikan hias, mengekspor ikan arwana berarti membawa keuntungan tersendiri, karena, biasanya sang importir juga lantas membeli ikan-ikan yang lain. "Dengan begitu, kalau bisa mengekspor arwana, bargaining power kepada pembeli di luar negeri lebih besar," kata Rudy.

Ternyata, yang mengeluh soal ketentuan ekspor arwana bukan hanya Rudy. Hendra Iwan Putra, pemilik Harlequin Aquatics, unit usaha yang melakukan ekspor impor ikan hias, juga mengatakan hal serupa. Sebenarnya, ia sudah mengusahakan agar Departemen Kehutanan bisa mengizinkan lebih banyak pelaku eksportir arwana. Namun, sampai sekarang belum berhasil juga.Menurut Hendra, Departemen Kehutanan mempermasalahkan kelestarian arwana, jika eksportir jenis ini terlalu banyak.

Wajar saja. Soalnya, harga arwana juga tidak jelek-jelek amat. Untuk itu, Hendra sudah mengusulkan agar ekspor arwana dibatasi dengan kuota. "Tapi, belum berhasil juga," kata Hendra, yang juga Sekretaris Jenderal Indonesia Tropical Fish Exporters Association (Inafish) ini. Departemen Kehutanan tetap melarang ekspor arwana, kecuali ikan hasil penangkaran. Masalah yang membelit ekspor arwana, ternyata cuma satu dari sekian banyak masalah dalam bisnis ikan hias Indonesia. Alhasil, meski Indonesia memiliki banyak sekali koleksi ikan hias, para eksportir kita bak tidak bergigi di pasar internasional.

Kok, kalah jauh dengan SingapuraSebagaimana terungkap dalam salah satu seminar Indonesia Fish akhir September lalu, sebenarnya Indonesia telah menjadi eksportir ikan hias sejak 1970-an. Pasarnya Singapura dan Hongkong, dengan nilai ekspor sekitar US$ 100.000 setahun. Dari dua negara tersebut ikan hias Indonesia diperdagangkan ke seluruh penjuru dunia. Menurut data, tercatat tidak kurang dari lima puluh negara sudah menjadi pasar ikan hias Indonesia. Tapi, karena melalui tengkulak di Singapura dan Hongkong, devisa yang kita peroleh dari perdagangan ikan hias internasional ini tidak terlalu besar.

Sejauh ini, devisa ikan hias tertinggi adalah US$ 12 juta, pada 2002. Ironisnya, Singapura justru mengungguli Indonesia dalam hal perdagangan ikan hias. Mereka mendominasi pasar Eropa sampai 25%, sementara ekspor Indonesia ke sana cuma tercatat 9%. Singapura juga memegang 30% pangsa ikan hias Amerika, sementara Indonesia hanya 6%. Namun, sebagian eksportir Indonesia rupanya sudah puas dengan memasok ikan hias pada para pembeli Singapura. "Padahal, para eksportir Singapura ini bisa menjual kembali dengan harga berlipat-lipat ke pembeli di negara lain," kata Hendra.

Dulu, Hendra mengaku juga menjual ikan ke Singapura, tapi belakangan ia merintis sendiri pasar Eropa dan Amerika. Alhasil, para pembeli di Singapura memegang peran yang penting dalam penentuan harga. Hendra memberi contoh fenomena ikan botia yang berasal dari Pontianak dan Jambi. Ketika sedang panen, harga ikan botia cuma Rp 2.000 seekor. Pembeli Singapura menetapkan harga Rp 2.000 per ekor, dan eksportir Indonesia pun sepakat. Biasanya, pembeli Singapura memborong ikan botia dalam jumlah besar dan menyimpannya.

Ketika panen berakhir, mereka akan menjual ikan tersebut dengan harga berlipat ganda. Padahal, saat itu pula, biasanya importir dari Eropa dan Amerika mencari ikan langsung dari sumbernya di Indonesia. Tapi, apa daya, ikan yang sama sudah diborong pedagang Singapura. Hal ini terjadi berulang kali. Menurut Hendra, pedagang kita jadi sangat bergantung pada Singapura. Mempertemukan eksportir dan importir langsungSumpeno Suryo, Dirjen Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran, Departemen Kelautan dan Perikanan, sepakat bahwa para eksportir Indonesia harus melepaskan ketergantungannya pada Singapura.

Itu sebabnya, departemennya secara rutin menyelenggarakan pameran ikan hias di dalam negeri dan luar negeri. Misalnya, mereka pergi ke Jerman, RRC, dan Taiwan. "Tahun depan kami juga akan pameran di Jepang," kata Sumpeno. Melalui pameran itu, para eksportir Indonesia bisa bertemu langsung dengan importir dari Amerika dan Eropa. Di sisi lain, Sumpeno mengakui bahwa para eksportir Singapura mempunyai kelebihan sehingga bisa menguasai pasar ikan hias di berbagai negara. "Mereka bisa menjaga kontinuitas pasokan, jumlah, mutu, dan ukuran," katanya.

Hal ini bisa dilakukan karena mereka memiliki fasilitas raiser untuk membesarkan ikan hias. Fasilitas serupa itu baru saja dibangun di Cibinong. Selain harus sering-sering mempertemukan eksportir dan importir langsung, menurut Hendra, pemerintah juga harus membenahi beberapa aturan yang relevan. "Banyak ketentuan pemerintah yang tidak mendorong daya saing ikan hias Indonesia," katanya. Ia menunjuk ketentuan soal ekspor arwana tadi. Menurut Hendra, Menteri Kehutanan menetapkan arwana hanya sebagai satwa buru untuk upacara adat, pangan, dan penangkaran. T

api, akibat aturan tersebut, ikan ini lantas banyak dicari dan harganya menjadi mahal. Tambah lagi, "Ikan ini tetap bisa keluar negeri lewat penyelundup," kata Hendra. Soalnya, jardini ini tidak masuk daftar larangan CITES. Maka, kata Hendra, ada pembeli Eropa yang heran karena ia tidak bisa mendapatkan arwana di Indonesia, tapi malah bisa membelinya di Singapura. Nah, lo! Tawarkan Ikan AndalanHendra Iwan Putra, Sekretaris Jenderal Indonesia Tropical Fish Exporters Association (Inafish), mengatakan bahwa Indonesia merupakan surga bagi ikan hias. "Negara kita itu sumber ikan hias yang bagus," ujar Hendra.

Ia mencontohkan, banyak ikan hias dari Afrika yang bisa dibudidayakan di sini, lalu diekspor. Saat ini saja, kita sudah membudidayakan sekitar 300 jenis ikan hias. Selain ikan hias hasil budi daya, ada dua ikan asli habitat Indonesia yang banyak peminatnya. Yakni arwana dan botia. Ada tiga jenis arwana: arwana jardini dari Papua, arwana super-red dan hijau dari Kalimantan, serta arwana golden red yang bisa diperoleh di Sumatra, Riau, dan Jambi. Adapun sentra ikan botia adalah Pontianak dan Jambi. Ikan hias jenis ini belum ditangkarkan, karena pasokannya konon bisa sampai ratusan juta ekor saat sedang musim.

Dua jenis ikan inilah yang seharusnya bisa mendongkrak lagi popularitas Indonesia di pasar ikan hias internasional. Raiser Ikan Hias CibinongDepartemen Kelautan dan Perikanan telah membangun pusat pengembangan dan pemasaran ikan hias di Cibinong. Menurut Suwandi Surya, Direktur Raiser Ikan Hias di Cibinong ini, mereka membuat raiser untuk menampung ikan dari petani dan kemudian menjualnya kepada eksportir. Jadi, nantinya di sini bisa menjadi pusat perdagangan ikan hias di Indonesia.

Raiser tersebut berdiri di atas lahan seluas 17,6 ha, tapi sampai sekarang baru 5 ha yang selesai dibangun. Fasilitas yang sudah selesai pembangunannya, antara lain, gedung pengelola yang terdiri dari dua lantai untuk ruang pameran dan memajang ikan hias asli Indonesia. Kemudian ada gedung karantina, yang terdiri dari akuarium berukuran 1 m x 0,5 m x 0,5 m sebanyak 396 buah, gedung raiser dengan 108 akuarium, dan bak penampungan berukuran 2 m x 2 m x 0,5 m sebanyak 216 buah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar